Senin, 07 November 2016

IKAN TERUBUK (Tenualosa macrura) SUMBERDAYA IKAN YANG TERANCAM PUNAH




IKAN TERUBUK (Tenualosa macrura) SUMBERDAYA IKAN YANG TERANCAM PUNAH

SARI MARINA SARAGI
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 

 
      







         Terubuk merupakan salah satu ikan yang sangat terkenal di Kabupaten Bengkalis, Riau. Kabupaten Bengkalis dikenal dengan julukan kota Ikan Terubuk karena Ikan Terubuk menjadi sumberdaya ikan kebanggaan daerah ini. Karena merupakan sumberdaya ikan yang sangat dibanggakan Ikan Terubuk pun sangat sering dieksploitasi oleh masyarakat. hingga saat ini  ikan ini sudah semakin sedikit ditemukan. Walau semakin sedikitnya ditemukan ikan ini, rakyat Bengkalis sangat mendambakan ikan terubuk kembali berjaya di perairannya.
Ciri morfologi ikan terubuk adalah memiliki tubuh yang pipih (compressed) dan bilateral simetris. Mulut ikan terubuk dapat disembulkan (protactile). Ikan terubuk memiliki badan polos (tidak mempunyai bintik hitam di sepanjang tubuhnya) serta berwarna abu-abu dengan pola berwarna kehijauan atau keperakan di bagian atas tubuhnya. Ditengah sisi tubuh tepat dibelakang sirip dada terdapat warna keemasan menyerupai pita berwarna terang. Ikan terubuk tidak memiliki gurat sisi (linea lateralis) dan tubuh diliputi sisik mulai dari ujung mulut hingga pangkal ekor (Jihad dkk., 2010).    
          
               
                  Sumber : https://caramancing.files.wordpress.com/2016/01/tenualosa-macrura-ikan-terubuk-atau-longtail-shad.jpg 
Ikan Terubuk merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, family dari Clupeidae yang lebih dikenal sebagai ikan Herring di barat (Eropa). Ikan terubuk sudah terancam kepunahannya, sehinga perlu dilakukan penelitian tentang potensi perikanan ikan terubuk yang ada saat ini terutama setelah keluarnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 59/MEN/2011 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Jenis Ikan Terubuk (Tenualosa macrura) di Provinsi Riau (Purwanto, 2007).
Jenis ikan dari family Clupeidae merupakan jenis ikan yang paling dominan di perairan Begkalis, termasuk ikan terubuk yang ditemukan di perairan dekat muara sungai (estuaria). Namun jenis ikan ini sekarang populasinya sudah menurun bahkan sudah sulit ditemukan di perairan Bengkalis Riau. Salah satu biota perairan yang juga terancam punah yang dimaksud adalah ikan terubuk yang ada di perairan Bengkalis Riau dan Labuan Bilik Sumatera Utara yang merupakan dua spesies dari lima spesies terubuk yang ada di dunia (Efizon, dkk., 2012).

Berdasarkan informasi dari masyarakat nelayan di sekitar perairan Selat Bengkalis, jumlah ikan terubuk yang melakukan ruaya pemijahan di periran Selat Bengkalis saat ini sudah jauh mengalami penurunan, hal ini terlihat dengan semakin sedikitnya jumlah ikan terubuk yang tertangkap oleh nelayan. Ukuran ikan terubuk yang tertangkap juga semakin kecil, sehingga diperlukan langkah-langkah pengelolaan yang tepat untuk dapat mengurangi laju penurunan populasi (Wahyu, 2015).
Sejak lama ikan terubuk menjadi primadona di seluruh wilayah Riau, namun keberadaan populasi ikan ini semakin hari semakin menurun. Sampai sekitar tahun 50-an ikan terubuk masih dijumpai dalam jumlah yang melimpah. Pada saat itu dengan mempergunakan jaring yang ukurannya lebih kecil dan bahan yang berupa ”rami” hasil tangkapan nelayan dapat mencapai 2.000-3.000 ekor per kapal dalam sekali melaut (per trip), begitu “pukat” (gillnet) dipasang, ketika menarik pukat hampir keseluruhan mata jaring tertangkap ikan dan tak jarang nelayan memutus pukat mereka karena tidak terangkat dan muat di perahu (Efizon, dkk.,2012).
Salah satu wujud dari kepedulian dan keinginan dari semua pihak untuk menyelamatkan ikan terubuk dari ancaman dan sejalan dengan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil dimana UU tersebut mewajibkan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk menyusun perencanaan pengolahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi empat hierarki yaitu rencana strategis, rencana zonasi, dan rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah lahirnya Peraturan Bupati Nomor 15 tahun 2010 tentang Kawasan Suaka Perikanan Ikan Terubuk di Kabupaten Bengkalis pada Tanggal 20 Juli 2010. (Wahyu, 2015)
Gejala menurunnya populasi ikan terubuk sudah dirasakan oleh nelayan sejak tahun 1970-an di perairan Riau dan pada awal tahun 1980-an ikan ini dijumpai hanya dalam jumlah yang amat terbatas di perairan Tanjung Medang padahal perairan ini merupakan sentra produksi ikan terubuk sebelumnya. Diduga kuat bahwa selama kira-kira hampir 40 tahun telah terjadi penurunan hasil tangkapan yang sangat tajam sebagai pencerminan penurunan populasi ikan terubuk di perairan ini, namun sejak kapan terjadinya belum diketahui secara pasti. Kondisi armada penangkapan dan dimensi alat yang relative tetap memperkuat dugaan tersebut. Tingginya tekanan penangkapan terhadap ikan betina dewasa dalam kondisi matang telur diperkirakan telah mempengaruhi proses rekruitmennya (Efizon, dkk., 2012).
Umumnya penangkapan ikan ini dilakukan pada saat memijah. Penangkapan seperti ini secara langsung akan mengancam kelangsungan dan kelestarian, karna akan menjadi sasaran tangkap adalah induk induk ikan yang akan bertelur dan beruaya untuk memijah Kondisi tertangkapnya ikan terubuk yang banyak didominasi oleh ikan jantan dibandingkan betina juga dialami oleh penelitian sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh proses pemijahan yang terjadi setiap bulan, sehingga lahirnya generasi-generasi baru menuju dewasa lebih banyak.  Sementara ikan terubuk betina yang tertangkap merupakan ikan yang tadinya berkelamin jantan. Dilihat dari banyaknya tertangkap pada bulan gelap dan malam hari, disebabkan oleh ikan terubuk yang beruaya tidak dapat melihat mata jaring sehingga tidak dapat menghindar (Purwanto, 2007).
Secara teoritis beberapa faktor penyebab punahnya suatu sumber daya ikan adalah kelebihan tangkap, pencemaran, introduksi ikan-ikan pemangsa, dan. pemotongan jalur migrasi. Sedangkan upaya pencegahan dan pelestarian dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengaturan penangkapan, pembuatan kawasan perlindungan,  penangkaran untuk budidaya dan lain sebagainya. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi di atas, berbagai kajian awal terhadap ikan terubuk telah dilakukan di perairan Bengkalis untuk mencoba mencari alternatif pemecahannya. Penelitian terbaru tentang Bio-Ekologi terubuk telah dilaksanakan atas kerja sama antara CSIRO-Australia, Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau serta Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau dan Kabupaten Bengkalis. Berbagai informasi penting tentang ikan terubuk telah berhasil ditemukan dalam tahapan penelitian ini, seperti data tentang pola migrasi, kebiasaan makan, biologi reproduksi, daerah pemijahan dan parameter ekologi lainnya serta sosial ekonomi dari nelayan terubuk (Efizon, dkk., 2012).
Salah satu upaya untuk menjaga serta melestarikan sumber daya ini melalui pengkayaan stock. Stock secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya dengan cara melepaskan benih atau bibit biota pada suatu wilayah tertentu yang dianggap sesuai dengan kondisi habitat dari benih atau bibit secara alami. Usaha pelestarian melalui kegiatan restocking dan pembudidayaan perlu dilakukan untuk mengurangi pengambilan stok alami yang berlebihan, untuk mendapatkan hasil yang optimal maka perlu dilakukan penelitian dasar, sehingga dapat menunjang usaha pelestarian dan pembudidayaannya (Marizal dkk.,2012).
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem adalah suatu perluasan dari prinsip-prinsip konvensional tentang pengembangan perikanan berkelanjutan yang mencakup ekosistem secara keseluruhan. Pengelolaan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa kapasitas ekosistem akuatik dalam menghasilkan ikan, keuntungan dan manfaat, kelangsungan tenaga kerja, dan yang lebih umum lagijasa penting dan kehidupan masyarakat secara tak terbatas dipelihara untuk manfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Implikasi dari hal tersebut adalah perlunya untuk melakukan konservasi struktur ekosistem, proses dan interaksinya melalui pemanfaatan berkelanjutan (Setiadi, dkk., 2013).
Untuk mengatasi ancaman dan degradasi terhadap sumberdaya perikanan diperlukan langkah perlindungan terhadap kawasan dan sumberdaya perikanan. Konservasi laut (Marine Protected Areas / MPA) telah diusulkan sebagai salah satu alat yang paling penting untuk perlindungan pesisir, kelautan dan perikanan. Banyak ahli berpendapat bahwa konservasi laut merupakan kunci untuk melestarikan dan meningkatkan stok ikan. MPA menunjukkan cara yang efektif mengenai usaha perlindungan terhadap collaps nya perikanan dan untuk meningkatkan populasi ikan termasuk meningkatkan recruitment termasuk menambahkan bibit-bibit ikan pada daerah perikanan. Membuat kawasan konservasi laut (MPA) sangat penting untuk pengelolaan perikanan secara berkelanjutan. MPA untuk pendekatan perikanan sangat sesuai khususnya untuk wilayah dengan kondisi perikanannya bersifat multi-species dan multigear. Lebih lanjut melalui konservasi laut, akan memastikan pengelolaan perikanan skala kecil berkelanjutan dengan menjamin kelanggengan budaya nelayan, produksi perikanan dan mata pencaharian lokal melalui pengaturan pengguna, jenis alat tangkap dan perlindungan terhadap beberapa spesies sasaran (Romadhon, 2014).
 Adapun upaya konservasi sumberdaya perikanan yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya ikan menurut Setiadi (2011) adalah sebagai berikut :
1.     Peningkatan stok ikan (Stock enhancement) yang dapat dilakukan melaui upaya  penerabaran (Stocking), penebaran kembali (Restocking) atau introduksi ikan      dengan pendekatan kehati-hatian.
2.     Pemulihan sumberdaya ikan melalui upaya rehabilitas habitat dan atau  pembentukan suaka perikanan (Protected area).
3.     Penetapan regulasi penangkapan dan peraturan perikanan lainnya.
4.     Pembentukan kelembagaan pengelolaan,pengawasan dan pengendalian yang diikuti dengan upaya penegakan hokum (Law enforcement).
             Untuk mewujudkan hal yang diinginkan masyarakat Kabupaten Bengkalis bahkan masyarakat Indonesia dalam pelestarian Sumberdaya Ikan bukan hanya sekedar keinginan yang tersirat dalam hati, namun diperlukan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam upaya menjaga, mengelola dan memanfaatkan ikan Terubuk yang telah terancam punah secara lestari. jika hal ini telah diterapkan ketersediaan Ikan Terubuk di perairan khususnya di perairan Bengkalis dapat lestari dan pemanfaatannya yang berkelanjutan. Karena seperti istilah yang mengatakan bahwa Sumberdaya Alam baik hayati maupun non hayati merupakan pinjaman untuk anak cucu kita.

Sumber :
Efizon, D., Otong, S. D., Yayat, D., Bachrulhajat, K. 2012. Kelimpahan Populasi dan Tingkat Eksploitasi Ikan Terubuk (Tenualosa mcrura) di Perairan Bengkalis, Riau. Balai Perikanan Terubuk.  40 (1).

Jihad, S. S., Efizon, D dan Putra, R. M. 2010. Reproductive Biology of the Tenualosa ilisha in Labuhanbatu Regency, Sumatra Utara Province. Fakultas Perikanan dan Perairan, Universitas Riau.

Marizal, D., Y.V. Jaya dan H. Irawan. 2012. Aplikasi SIG untuk Kesesuaian Kawasan Budidaya Teripang Holothuria scabra dengan Metode Penculture di Pulau Mantang, Kecamatan Mantang, Kanupaten Bintan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepulauan Riau.

Purwanto, E., Alit, H. Y., Deni, E. 2014. Study The Potential Fisheries Fish Terubuk ( Tenualosa macrura ) In Waters Bengkalis Riau.

Purwanto, E., Yani,  A. H dan Efizon, D. 2007. Study Fisheries Fish Terubuk (Tenualosa macrura) In Waters Bengkalis Riau.  Fisheries and Marine Science Faculty. Universitas Riau.

Romadhon, A. 2014. Strategi Konservasi Pulau Kecil Melalui Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Pulau Gili Labak, Sumenep). Jurnal Kelautan.7 (2): 1-8.

Setiadi, E. K. 2011. Forum Nasional Pemacuan Sumberdaya Ikan III. Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Bandung.


Setiadi, E. K., K.Purnomo., D. W. H. Tjahjo dan S. Koeshendradjana. 2013. Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Sumberdaya Ikan Arwana Irian, Scleropages Jardinii di Sungai Maro, Merauke-Papua.Balai Penelitian Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Jatiluhur.

Wahyu, D. S. 2015. Pelaksanaan Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Kawasan Suaka Perikanan Ikan Terubuk Tahun 2011- 2014.  Jurnal Fisip  2 (2).


Wahyu, D. S. 2015. Pelaksanaan Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Kawasan Suaka Perikanan Ikan Terubuk Tahun 2011- 201. Universitas Riau, Pekanbaru.
 


 

 

 






 



 

5 komentar:

  1. Artikel yang sangat bermanfaat bagi saya. Terima kasih

    BalasHapus
  2. menarik dan berintelektual, lestarikan ikan kita ya Mba.

    BalasHapus
  3. Sangat menambah wawasan terkhusus mengenai ikan terubuk. Thanks

    BalasHapus
  4. thanks mbak. sedikit banyaknya saya terbantu dengan artikel ini dalam proses pembuatan modul saya :)

    BalasHapus